Kamis, 27 Desember 2012

Zakat Melalui Badan Amil


KATA PENGANTAR
                                                                             
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya yang telah memberi kesehatan, kekuatan dan kesabaran kepada kami sehingga makalah kami dapat terselsaikan .
Shalawat beserta salam kami haturkan kepada baginda Rasullulah SAW yang membawa pencerahan kepada umat islam. kami juga berterimah kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah menugaskan kami untuk menyusun makalah ini sebagai sarana untuk melatih diri kami bertanggung jawab dan banyak membaca.
Apabila di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekeliruan dan kesalahan, maka kami sebagai penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya.Akhir kata kami ucapkan terimah kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb




Tembilahan, 13 Desember 2012
 Pemakalah                                                                   Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................ 3
A.    Latar belakang.......................................................................... 3
B.     Rumusan masalah.................................................................... 3
C.     Tujuan penulisan......................................   ............................ 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................ 5
A.    PengertianAmil...................................................................... 5
B.     Syarat-Syarat Amil Propesional.......................................... 6
C.     Gaji Atau Upah minimum yang bias di tertima Amil......... 7
D.    Perbedaan pendapat berzakat melalui badan amil............ 10
E.     Tujuan,hikmah dan faedah zakat........................................ 12

BAB III PENUTUP....................................................   .... 14
A.    Kesimpulan....................................................... ................ 14
B.     Kritik................................................................................. 14
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN

A.    latar belakang
Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat.Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada.Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'du : 11). Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara optimal.Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.

Terdorong dari pemikiran inilah, kami mencoba untuk menuliskan Makalah zakat yang ringkas dan praktis agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca.Meskipun kami sadar bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna.Namun demikian kami berharap Makalah ini dapat bermanfaat. Koreksi, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan Mkalah zakat ini

Semoga Allah SWT mengampuni kekurangan dan kesalahan yang ada dalam Makalah  ini, serta mencatatnya sebagai amal shaleh. Amin
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian zakat menurut para ulama?
2.      apa syarat-syarat mengeluarkan zakat?
3.      Bagaimana pendapat para ulama mengeluarkan zakat melalui badan amil zakat ?
C.     Tujuan penulisan
Adapaun tujuan penulisan makalah ini
1.      untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
2.      sebagai informasi dan pengetahuan bagi pembaaca tentang zakat menurut para ulama ushul fiqih







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Amil
Amil Zakat dalam Kitab-Kitab Fiqh dan Perundang-undangan Amil adalah berasal dari kata bahasa Arab ‘amila-ya’malu yang berarti bekerja.Berarti amil adalah orang yang bekerja. Dalam konteks zakat,
Menurut Qardhawi yang dimaksudkan amil zakat dipahami sebagai pihak yang bekerja dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam hal pengelolaan zakat.
Jika yang mengelola adalah lembaga, maka semua pihak yang terkait dengannya adalah amil, baik itu direkturnya, para pegawai di bidang manajemen, keuangan, pendistribisian, pengumpulan, keamanan dan lain-lain.Mereka ini mendapatkan gaji dari bagian Amil Zakat tersebut.[1]
Pengertian Amil menurut pendapat empat Mazhab memiliki beberapa perbedaan namun tidak signifikan.
·        Imam Syafi’i mendefinisikan Amil sebagai orang yang bekerja mengurusi Zakat, sedang dia tidak mendapat upah selain dari zakat tersebut. Mażhab ini merumuskan ‘Amil sebagai berikut: “Amil zakat yaitu orang-orang yang dipekerjakan oleh Imam (pemerintah) untuk mengurus zakat. Mereka adalah para karyawan yang bertugas mengumpulkan zakat, menulis (mendatanya) dan memberikan kepada yang berhak menerimanya”. Dimasukkannya Amil sebagai Asnaf menunjukkan bahwa Zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jamaah (bahkan menjadi tugas negara). Zakat punya anggaran khusus yang dikeluarkan daripadanya untuk gaji para pelaksananya.
·        Hanafi memberikan pengertian yang lebih umum yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
·        Pendapat Imam Hanbal yaitu pengurus zakat, yang diberi zakat sekadar upah pekerjaannya (sesuai dengan upah pekerjaanya).
·        Sedangkan pengertian Amil menurut Imam Maliki lebih spesifik yaitu pengurus zakat, penulis, pembagi, penasihat, dsb. Syarat amil harus adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan zakat.[2]
B.     Syarat Amil Zakat Profesional
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pengelola Zakat atau ‘Amil zakat menurut Qardhawi adalah:
1.      Muslim.
2.      Mukallaf.
3.      Jujur.
4.      Memahami hukum-hukum zakat.
5.      Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknyaLaki-laki.
6.      Dan yang terakhir, Sebagian ulama mensyaratkan amil itu orang merdeka bukan seorang hamba.
Disamping Syarat-syarat di atas, menurut kami masih ada syarat lain yang memang harus di penuhi untuk menjadi seorang Amil Zakat profesional, yakni yang meliputi kegiatan-kegiatan yang masih bersifat inti (mendasar) dalam lembaga amil zakat yaitu: penghimpunan, pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian.[3]
Para ulama berselisih dalam menyangkut perincian syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang diangkat sebagai amil zakat. Syarat-syarat tersebut adalah:
A.    Muslim
Karena zakat ini urusan kaum muslim, maka islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka, dari urusan tersebut dapat dikecualikan tugas yang tidak berkaitan dengan soal pemungutan dan pembagian zakat misalnya penjaga gedungdan sopir. Menyikapi hal ini, Imam Ahmad tidak menetapkannya sebgai syarat dengan alasan bahwa kata al-amilina`alaiha` bersifat umum, sehingga mencakup muslim dan kafir, jaga harta yang diberikan kepada amil itu adalah upah kerjanya oleh karena itu tidak ada halangan baginya untuk mengambil upah tersebut seperti upah-upah lainnya dan dianggap sebagai toleransi yang baik., akan tetapi yang lebih utama hendaklah segala kewajiban islam hanya ditangani oleh orang islam.

B.     Akhil baligh dan terpercaya
Persyaratan ini disepakati oleh para ulama karena orang yang sudang baligh dapat membedakan antara yang baik dan yang salah.

C.     Memahami Hukum Zakat
Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Sebab ia tidak mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya tentang harta yang wajib dizakati dan tidak wajib dizakati, urusan zakat memerlukan ijtihad terhadap masalah yang timbul untuk diketahui hukumnya. Apabila pekerjaan itu menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksana, maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya

D.    Mampu melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya dan sanggup memikul tugas itu.Selain itu juga amil harus memiliki kejujuran, kekuatan, dan kemampuan untuk bekerja dan cerdas.Alla SWT berfirman: artinya:” sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (dengan kita) ialah oarang yang kuat lagi dapat dipercaya”.( Al-Qashsh: 21). Demikian pula Nabiyullah Yusuf a.s “ Berkata Yusuf: “jadikanlah aku bendaharawan negara (mesir)” sesungguhnya aku adalah oarang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (Yusuf :55)

C.    Gaji atau upah minimum yang bisa di terima oleh Amil
Secara konsep dapat dipahami bahwa dengan semakin tinggi tingkat keprofesionalan Amil akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan para Mustahiq, khususnya Amil, mengingat konsep Fikih secara jelas mencanangkan bahwa hak mereka adalah 12,5% atau 1/8 dari harta terkumpul.
Ada juga beberapa Ahli Fiqh yang berbeda-beda dalam memutuskan gaji yang diberikan kepada Amil tersebut.
·        pendapat Mazhab Mâliki dan jumhur ulama’, yang mengatakan bahwa kadar upah atau gaji yang diberikan kepada mereka adalah disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban yang kira-kira dengan gaji tersebut ia dapat hidup layak. Ukuran kelayakan itu sendiri sangat relatif, tergantung pada waktu dan tempat. hanya saja,
·        Abû Hanîfah membatasi pemberian gaji atau upah Amil tersebut jangan sampai melebihi setengah dari dana yang terkumpul.
·        Imam Syafi’i membolehkan pengambilan upah sebesar 1/8 (seperdelapan) dari total dana zakat yang terkumpul. Bahkan ada juga pendapat ulama sebagai bentuk hati-hati upah amil bisa diambil 10% dari total zakat yang terkumpul. Pelaksanaan zakat melalui amil zakat dari muzakki untuk kemudian disalurkan pada mustahik,menunjukkan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal kariatif (kedermawaan) , tetapi ia juga suatu kewajiban yang juga bersifat otoriatif (ijibari) .[4]
D.    Perbedaan Pendapat Tentang Berzakat Melalui Badan Amil
A.    Dasar Hukum
1.      Ayat Al Qur’an
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya :Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Q.S.At. Taubah 103)[5]

2.      HaditsNabi
عن انس قال: اتى رجل من بنى تميم الى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: حسبي يارسول الله اذا اديت الزكاة الي رسولك فقد برئت منها الي الله ورسولك؟ فقال رسول الله صلي الله عليه وسلم “نعم اذا اديتها الي رسولي فقد برئت منها فلك اجرها واثمها علي من بدلها (رواه احمد)
Riwayat dari anas. R.A ia berkata: Datang seseorang dari bani Tamim kepada Rasululllah SAW, seraya berkata: Apakah cukup bagiku ya Rasulullah jika aku tunaikan zakat kepada utusanmu sehingga aku sudah terbebas dari kewajiban zakat Allah dan Raulullah ?. Rasulullah SAW bersabda : Ya, apabila kamu tunaikan zakat kamu kepada utusanku maka kamu sudah terbebas dari kewajiban zakat tersebut, kamu berhak mendapatkan pahalanya, dan dosanya akan kembali kepada orang-orang yang menukar zakat tersebut. (Hadits Riwayat Imam Ahmad)[6]
B.     Penjelasan
Kata خذ fi’il amr yang berarti “ambillah” mengindikasikan adanya perintah kepada seseorang untuk mengambil zakat dari orang-orang tertentu (yang mampu), dengan kata lain harus ada petugas yang mengumpulkan zakat tersebut dari para muzakki (yang wajib zakat), sekalipun tanpa diambilpun muzakki harus mengeluarkan zakat yang memang kewajiban nya.
Pemahaman ini diperkuat dengan beberapa riwayat hadits maupun praktek yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Nabi, diantaranya :
1. Ketika Nabi mengutus Mu’adz bin Jabal, ia berpesan tentang zakat dengan Sabdanya “ (zakat itu diambil dari orang-orang kaya dan disalurkan kepada orang-orang miskin)
2. Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab melakukan praktek yang sama dengan masa Rasulullah, zakat itu diambil oleh petugas (amil zakat) lalu disalurkan oleh petugas kepada Mustahik, baru pada masa Utsman zakat diserahkan sendiri kepada muzakki untuk di distribusikan langsung kepada mustahik.[7]
C. Pendapat Ulama
1. Yang di jadikan pilihan dalam mazhab Syafi’I, zakat boleh disalurkan melaluli amil zakat yang dibentuk pemerintah (imam), apalagi jika pemerintahan tersebut adil kepada rakyatnya.
2. Menurut mazhab Hambali yang paling baik menyalukan zakat dilakukan sendiri oleh muzakki, namun jika tetap ingin melalui badan amil zakat tetap boleh dan sah[8]
3. Menurut Hanabillah, di sunnatkan para Muzakki menyerahkan zakatnya sendiri, dengan demikian yakin betul ia, bahwa zakatnya sampai kepada mustahiknya, tetapi sekirnya yang menyerahkannya kepada pememrintah, di perbolehkan juga ( jaiz).
4. Malikiyah ada mempunyai ketentuan lain, yaitu apabila imam itu adil ( ingat, amil adalah aparat dari pada imam sama dengan pemerintah), di serahkan kepada imam dan sekirnaya tidak adil, dapat di serahkan sendiri kepada mustahiknya[9].
Mengomentari pendapat-pendapat tersebut Yusuf Qordowi (1997: 994) berpendapat bahwa pendapat Imam Malik dan Imam Hambali adalah pendapat yang lebih hati-hati. Ia menambahkan bahwa boleh-boleh saja pemerintah memungut zakat ini dari masyarakat pada pertengahan bulan Ramadhan jika hal itu dimaksudkan untuk antisipasi tidak meratanya distribusi zakat fitrah kepada para mustahiq karena minimnya waktu yang ada..[10]
E.     Tujuan, Hikmah dan faedah zakat
Zakat sebagai salah satu kewajiban bagi seorang mikmin yang telahditentukan oleh Allah swt tentunya mempunyai tujuan, hikmah dan faedah sepertihalnya kewajiab yang lain. Zakat juga dianggap sebagai cirri masyarakat muslim,sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. At- Taubah – 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#uràM»oYÏB÷sßJø9$#uröNßgàÒ÷èt/âä!$uŠÏ9÷rr&<Ù÷èt/4šcrâßDù'tƒÅ$rã÷èyJø9$$Î/böqyg÷ZtƒurÇ`tã̍s3ZßJø9$#šcqßJŠÉ)ãƒurno4qn=¢tÁ9$#šcqè?÷sãƒurno4qx.¨9$#šcqãèŠÏÜãƒur©!$#ÿ¼ã&s!qßuur4y7Í´¯»s9'ré&ãNßgçHxq÷Žzyª!$#3¨bÎ)©!$#îƒÍtãÒOŠÅ3ymÇÐÊÈ
Artinya : dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Penjelasannya bahwa zakat itu tidak hanya berdimensiah ( harta / materi ), akan tetapi juga berdimensi ijtima’iyah ( social ).



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Amil Zakat adalah orang yang bertugas dari penerimaan sampai dengan penyaluran Zakat kepada yang benar-benar ber-hak menerimanya. Dalam kaitannya dengan Syarat Amil Zakat Profesional itu simple saja, sebenarnya cukup kita lihat dari pada proses kinerja para Amil Zakat tersebut, Amil Zakat yang profesional pasti sudah bisa mengolah semua proses-proses yang seharusnya bisa diselesaikan dengan baik. Tidak berbelit-belit dengan dana atau zakat yang disalurkan oleh Masyarakat ataupun yang dikumpulkan dari masyarakat.
Pendapat Ulama tentang zakat yang melalui badan amil zakat
1. Yang di jadikan pilihan dalam mazhab Syafi’I, zakat boleh disalurkan melaluli amil zakat yang dibentuk pemerintah (imam), apalagi jika pemerintahan tersebut adil kepada rakyatnya.
2. Menurut mazhab Hambali yang paling baik menyalukan zakat dilakukan sendiri oleh muzakki, namun jika tetap ingin melalui badan amil zakat tetap boleh dan sah
3. Menurut Hanabillah, di sunnatkan para Muzakki menyerahkan zakatnya sendiri, dengan demikian yakin betul ia, bahwa zakatnya sampai kepada mustahiknya, tetapi sekirnya yang menyerahkannya kepada pememrintah, di perbolehkan juga ( jaiz).
4. Malikiyah ada mempunyai ketentuan lain, yaitu apabila imam itu adil ( ingat, amil adalah aparat dari pada imam sama dengan pemerintah), di serahkan kepada imam dan sekirnaya tidak adil, dapat di serahkan sendiri kepada mustahiknya .
Mengomentari pendapat-pendapat tersebut Yusuf Qordowi (1997: 994) berpendapat bahwa pendapat Imam Malik dan Imam Hambali adalah pendapat yang lebih hati-hati.Ia menambahkan bahwa boleh-boleh saja pemerintah memungut zakat ini dari masyarakat pada pertengahan bulan Ramadhan jika hal itu dimaksudkan untuk antisipasi tidak meratanya distribusi zakat fitrah kepada para mustahiq karena minimnya waktu yang ada
B.Saran
Pemekalah menyadari terdapat banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun agar kami bisa memperbaiki di masa akan dating.




Daftar pustaka
Ali, M. D.1988. Sitem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press
Qardhawy, yusuf. 2000. Fiqh al-Zakat. Bairut : Muasasah al Risalah  UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat
Tengku Muhammad hasby as shyiddieq .2006.pedoman zakat.semarang :PT Pustaka Rezky putra
Agus S & Alim Z ( setting ), 1998, Al Qur’an dan terjemahannya ( Ayat Pojok Bergaris ),Semarang : Asy Syifa,
Fattah Santoso dkk, 2004,Studi Islam 3,Surakarta : Lembaga Studi Islam,
Awan Kostrad D, 2007, Konsep dan Implementasi Supervisi syariah dalam Manajemen Lembaga Amil Zakat,Surakarta : Jei Press
Rofiq, ahmad, 2004. Fiqih kontekstual. Dari normative ke pemaknaan social, semarang, Pustaka pelajar .
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani 
http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/arc/3.http://www.dpukaltim.org/34/138/58/Amil




[1]Ali, M. D.1988. Sitem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press. 
[2]Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani 
[3]http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/arc/3  http://www.dpukaltim.org/34/138/58/Amil
[4]Qardhawy, yusuf. 2000. Fiqh al-Zakat. Bairut : Muasasah al Risalah  UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat
[5]Agus S & Alim Z ( setting ), 1998, Al Qur’an dan terjemahannya ( Ayat Pojok Bergaris ),Semarang : Asy Syifa,
[6]Awan Kostrad D, 2007, Konsep dan Implementasi Supervisi syariah dalam Manajemen Lembaga Amil Zakat,Surakarta : Jei Press
[7]Muhammad M, 2007, Pengelolaan Zakat : Sebuah Eksperimental,Surakarta : Jei Press,hal. 18
[8]Rofiq, ahmad, 2004. Fiqih kontekstual. Dari normative ke pemaknaan social, semarang, Pustaka pelajar .
[9]Fattah Santoso dkk, 2004,Studi Islam 3,Surakarta : Lembaga Studi Islam, hal. 124
[10]Tengkum Muhammad hasby as shyiddieq .2006.pedoman zakat.semarang :PT Pustaka Rezky putra