KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kepada
Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya yang telah memberi kesehatan,
kekuatan dan kesabaran kepada kami sehingga makalah kami dapat terselsaikan .
Shalawat beserta
salam kami haturkan kepada baginda Rasullulah SAW yang membawa pencerahan
kepada umat islam. kami juga berterimah kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
yang telah menugaskan kami untuk menyusun makalah ini sebagai sarana untuk
melatih diri kami bertanggung jawab dan banyak membaca.
Apabila di dalam
penulisan makalah ini banyak terdapat kekeliruan dan kesalahan, maka kami
sebagai penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya.Akhir kata kami ucapkan
terimah kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Tembilahan, 13 Desember 2012
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN........................................................ 3
A.
Latar
belakang.......................................................................... 3
B.
Rumusan
masalah.................................................................... 3
C.
Tujuan
penulisan...................................... ............................ 3
BAB II
PEMBAHASAN........................................................ 5
A.
PengertianAmil...................................................................... 5
B.
Syarat-Syarat
Amil Propesional.......................................... 6
C.
Gaji
Atau Upah minimum yang bias di tertima Amil......... 7
D.
Perbedaan
pendapat berzakat melalui badan amil............ 10
E.
Tujuan,hikmah
dan faedah zakat........................................ 12
BAB III
PENUTUP.................................................... .... 14
A.
Kesimpulan....................................................... ................ 14
B.
Kritik................................................................................. 14
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Ummat Islam adalah
ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka
menjadi saksi atas segala ummat.Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan
yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada.Karena itu
ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan
ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah
apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'du : 11). Potensi-potensi
dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara
optimal.Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping
potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu
dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah
(tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika
kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin
meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin
dapat dipersempit.
Salah satu sisi
ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn
kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat,
infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan
oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat
Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.
Terdorong dari
pemikiran inilah, kami mencoba untuk menuliskan Makalah zakat yang ringkas dan
praktis agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca.Meskipun kami sadar
bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna.Namun demikian kami berharap Makalah
ini dapat bermanfaat. Koreksi, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan Mkalah zakat ini
Semoga Allah SWT
mengampuni kekurangan dan kesalahan yang ada dalam Makalah ini, serta mencatatnya sebagai amal shaleh.
Amin
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian zakat menurut
para ulama?
2. apa syarat-syarat
mengeluarkan zakat?
3. Bagaimana pendapat para ulama
mengeluarkan zakat melalui badan amil zakat ?
C. Tujuan penulisan
Adapaun tujuan penulisan
makalah ini
1. untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah
2. sebagai informasi dan
pengetahuan bagi pembaaca tentang zakat menurut para ulama ushul fiqih
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Amil
Amil Zakat dalam Kitab-Kitab Fiqh dan Perundang-undangan
Amil adalah berasal dari kata bahasa Arab ‘amila-ya’malu yang berarti
bekerja.Berarti amil adalah orang yang bekerja. Dalam konteks zakat,
Menurut Qardhawi yang dimaksudkan amil zakat
dipahami sebagai pihak yang bekerja dan terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam hal pengelolaan zakat.
Jika yang mengelola adalah lembaga, maka semua pihak
yang terkait dengannya adalah amil, baik itu direkturnya, para pegawai di
bidang manajemen, keuangan, pendistribisian, pengumpulan, keamanan dan
lain-lain.Mereka ini mendapatkan gaji dari bagian Amil Zakat tersebut.[1]
Pengertian Amil menurut pendapat empat Mazhab
memiliki beberapa perbedaan namun tidak signifikan.
·
Imam Syafi’i mendefinisikan Amil sebagai
orang yang bekerja mengurusi Zakat, sedang dia tidak mendapat upah selain dari
zakat tersebut. Mażhab ini merumuskan ‘Amil sebagai berikut: “Amil zakat yaitu
orang-orang yang dipekerjakan oleh Imam (pemerintah) untuk mengurus zakat.
Mereka adalah para karyawan yang bertugas mengumpulkan zakat, menulis
(mendatanya) dan memberikan kepada yang berhak menerimanya”. Dimasukkannya Amil
sebagai Asnaf menunjukkan bahwa Zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang
hanya diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jamaah
(bahkan menjadi tugas negara). Zakat punya anggaran khusus yang dikeluarkan
daripadanya untuk gaji para pelaksananya.
·
Hanafi memberikan pengertian yang lebih
umum yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
·
Pendapat Imam Hanbal yaitu pengurus
zakat, yang diberi zakat sekadar upah pekerjaannya (sesuai dengan upah pekerjaanya).
·
Sedangkan pengertian Amil menurut Imam
Maliki lebih spesifik yaitu pengurus zakat, penulis, pembagi, penasihat, dsb.
Syarat amil harus adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan
zakat.[2]
B.
Syarat
Amil Zakat Profesional
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
seorang pengelola Zakat atau ‘Amil zakat menurut Qardhawi adalah:
1. Muslim.
2. Mukallaf.
3. Jujur.
4. Memahami
hukum-hukum zakat.
5. Memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknyaLaki-laki.
6. Dan
yang terakhir, Sebagian ulama mensyaratkan amil itu orang merdeka bukan seorang
hamba.
Disamping Syarat-syarat di atas, menurut kami masih
ada syarat lain yang memang harus di penuhi untuk menjadi seorang Amil Zakat
profesional, yakni yang meliputi kegiatan-kegiatan yang masih bersifat inti
(mendasar) dalam lembaga amil zakat yaitu: penghimpunan, pengelolaan,
pendayagunaan, dan pendistribusian.[3]
Para ulama berselisih dalam menyangkut perincian
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang diangkat sebagai amil
zakat. Syarat-syarat tersebut adalah:
A. Muslim
Karena zakat ini urusan kaum muslim, maka islam
menjadi syarat bagi segala urusan mereka, dari urusan tersebut dapat dikecualikan
tugas yang tidak berkaitan dengan soal pemungutan dan pembagian zakat misalnya
penjaga gedungdan sopir. Menyikapi hal ini, Imam Ahmad tidak menetapkannya
sebgai syarat dengan alasan bahwa kata al-amilina`alaiha` bersifat umum,
sehingga mencakup muslim dan kafir, jaga harta yang diberikan kepada amil itu
adalah upah kerjanya oleh karena itu tidak ada halangan baginya untuk mengambil
upah tersebut seperti upah-upah lainnya dan dianggap sebagai toleransi yang
baik., akan tetapi yang lebih utama hendaklah segala kewajiban islam hanya
ditangani oleh orang islam.
B. Akhil
baligh dan terpercaya
Persyaratan ini disepakati oleh para ulama karena
orang yang sudang baligh dapat membedakan antara yang baik dan yang salah.
C. Memahami
Hukum Zakat
Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu paham
terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Sebab ia tidak
mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya tentang harta yang
wajib dizakati dan tidak wajib dizakati, urusan zakat memerlukan ijtihad terhadap
masalah yang timbul untuk diketahui hukumnya. Apabila pekerjaan itu menyangkut
bagian tertentu mengenai urusan pelaksana, maka tidak disyaratkan memiliki
pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya
D. Mampu
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat
melaksanakan tugasnya dan sanggup memikul tugas itu.Selain itu juga amil harus
memiliki kejujuran, kekuatan, dan kemampuan untuk bekerja dan cerdas.Alla SWT
berfirman: artinya:” sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (dengan kita) ialah oarang yang
kuat lagi dapat dipercaya”.( Al-Qashsh: 21). Demikian pula Nabiyullah Yusuf
a.s “ Berkata Yusuf: “jadikanlah aku
bendaharawan negara (mesir)” sesungguhnya aku adalah oarang yang pandai
menjaga, lagi berpengetahuan”. (Yusuf :55)
C.
Gaji
atau upah minimum yang bisa di terima oleh Amil
Secara konsep dapat dipahami bahwa dengan semakin
tinggi tingkat keprofesionalan Amil akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan
para Mustahiq, khususnya Amil, mengingat konsep Fikih secara jelas mencanangkan
bahwa hak mereka adalah 12,5% atau 1/8 dari harta terkumpul.
Ada juga beberapa Ahli Fiqh yang berbeda-beda dalam
memutuskan gaji yang diberikan kepada Amil tersebut.
·
pendapat Mazhab Mâliki dan jumhur
ulama’, yang mengatakan bahwa kadar upah atau gaji yang diberikan kepada mereka
adalah disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban yang kira-kira
dengan gaji tersebut ia dapat hidup layak. Ukuran kelayakan itu sendiri sangat relatif,
tergantung pada waktu dan tempat. hanya saja,
·
Abû Hanîfah membatasi pemberian gaji
atau upah Amil tersebut jangan sampai melebihi setengah dari dana yang
terkumpul.
·
Imam Syafi’i membolehkan pengambilan
upah sebesar 1/8 (seperdelapan) dari total dana zakat yang terkumpul. Bahkan
ada juga pendapat ulama sebagai bentuk hati-hati upah amil bisa diambil 10%
dari total zakat yang terkumpul. Pelaksanaan zakat melalui amil zakat dari
muzakki untuk kemudian disalurkan pada mustahik,menunjukkan kewajiban zakat itu
bukanlah semata-mata bersifat amal kariatif (kedermawaan) , tetapi ia juga
suatu kewajiban yang juga bersifat otoriatif (ijibari) .[4]
D.
Perbedaan
Pendapat Tentang Berzakat Melalui Badan Amil
A. Dasar
Hukum
1.
Ayat Al Qur’an
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya :Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.(Q.S.At. Taubah 103)[5]
2. HaditsNabi
عن انس قال: اتى رجل من بنى تميم الى رسول الله صلى الله
عليه وسلم فقال: حسبي يارسول الله اذا اديت الزكاة الي رسولك فقد برئت منها الي الله
ورسولك؟ فقال رسول الله صلي الله عليه وسلم “نعم”
اذا اديتها الي رسولي فقد برئت منها فلك اجرها واثمها علي من بدلها (رواه احمد)
Riwayat dari anas. R.A ia berkata: Datang seseorang
dari bani Tamim kepada Rasululllah SAW, seraya berkata: Apakah cukup bagiku ya
Rasulullah jika aku tunaikan zakat kepada utusanmu sehingga aku sudah terbebas
dari kewajiban zakat Allah dan Raulullah ?. Rasulullah SAW bersabda : Ya,
apabila kamu tunaikan zakat kamu kepada utusanku maka kamu sudah terbebas dari
kewajiban zakat tersebut, kamu berhak mendapatkan pahalanya, dan dosanya akan
kembali kepada orang-orang yang menukar zakat tersebut. (Hadits Riwayat Imam
Ahmad)[6]
B. Penjelasan
Kata خذ fi’il amr yang berarti “ambillah”
mengindikasikan adanya perintah kepada seseorang untuk mengambil zakat dari
orang-orang tertentu (yang mampu), dengan kata lain harus ada petugas yang
mengumpulkan zakat tersebut dari para muzakki (yang wajib zakat), sekalipun
tanpa diambilpun muzakki harus mengeluarkan zakat yang memang kewajiban nya.
Pemahaman ini diperkuat dengan beberapa riwayat
hadits maupun praktek yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Nabi, diantaranya :
1. Ketika Nabi mengutus Mu’adz bin Jabal, ia
berpesan tentang zakat dengan Sabdanya “ (zakat itu diambil dari orang-orang
kaya dan disalurkan kepada orang-orang miskin)
2. Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab
melakukan praktek yang sama dengan masa Rasulullah, zakat itu diambil oleh
petugas (amil zakat) lalu disalurkan oleh petugas kepada Mustahik, baru pada
masa Utsman zakat diserahkan sendiri kepada muzakki untuk di distribusikan
langsung kepada mustahik.[7]
C.
Pendapat Ulama
1. Yang di jadikan pilihan dalam mazhab Syafi’I,
zakat boleh disalurkan melaluli amil zakat yang dibentuk pemerintah (imam),
apalagi jika pemerintahan tersebut adil kepada rakyatnya.
2. Menurut mazhab Hambali yang paling baik
menyalukan zakat dilakukan sendiri oleh muzakki, namun jika tetap ingin melalui
badan amil zakat tetap boleh dan sah[8]
3. Menurut Hanabillah, di sunnatkan para Muzakki
menyerahkan zakatnya sendiri, dengan demikian yakin betul ia, bahwa zakatnya
sampai kepada mustahiknya, tetapi sekirnya yang menyerahkannya kepada
pememrintah, di perbolehkan juga ( jaiz).
4. Malikiyah ada mempunyai ketentuan lain, yaitu
apabila imam itu adil ( ingat, amil adalah aparat dari pada imam sama dengan
pemerintah), di serahkan kepada imam dan sekirnaya tidak adil, dapat di
serahkan sendiri kepada mustahiknya[9].
Mengomentari pendapat-pendapat tersebut Yusuf
Qordowi (1997: 994) berpendapat bahwa pendapat Imam Malik dan Imam Hambali
adalah pendapat yang lebih hati-hati. Ia menambahkan bahwa boleh-boleh saja
pemerintah memungut zakat ini dari masyarakat pada pertengahan bulan Ramadhan
jika hal itu dimaksudkan untuk antisipasi tidak meratanya distribusi zakat
fitrah kepada para mustahiq karena minimnya waktu yang ada..[10]
E.
Tujuan,
Hikmah dan faedah zakat
Zakat sebagai salah satu kewajiban bagi seorang
mikmin yang telahditentukan oleh Allah swt tentunya mempunyai tujuan, hikmah
dan faedah sepertihalnya kewajiab yang lain. Zakat juga dianggap sebagai cirri
masyarakat muslim,sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. At- Taubah – 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#uràM»oYÏB÷sßJø9$#uröNßgàÒ÷èt/âä!$uÏ9÷rr&<Ù÷èt/4crâßDù'tÅ$rã÷èyJø9$$Î/böqyg÷ZturÇ`tãÌs3ZßJø9$#cqßJÉ)ãurno4qn=¢tÁ9$#cqè?÷sãurno4qx.¨9$#cqãèÏÜãur©!$#ÿ¼ã&s!qßuur4y7Í´¯»s9'ré&ãNßgçHxq÷zyª!$#3¨bÎ)©!$#îÍtãÒOÅ3ymÇÐÊÈ
Artinya : dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Penjelasannya bahwa zakat itu tidak hanya
berdimensiah ( harta / materi ), akan tetapi juga berdimensi ijtima’iyah (
social ).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amil Zakat adalah
orang yang bertugas dari penerimaan sampai dengan penyaluran Zakat kepada yang
benar-benar ber-hak menerimanya. Dalam kaitannya dengan Syarat Amil Zakat
Profesional itu simple saja, sebenarnya cukup kita lihat dari pada proses
kinerja para Amil Zakat tersebut, Amil Zakat yang profesional pasti sudah bisa
mengolah semua proses-proses yang seharusnya bisa diselesaikan dengan baik.
Tidak berbelit-belit dengan dana atau zakat yang disalurkan oleh Masyarakat
ataupun yang dikumpulkan dari masyarakat.
Pendapat Ulama
tentang zakat yang melalui badan amil zakat
1. Yang di jadikan
pilihan dalam mazhab Syafi’I, zakat boleh disalurkan melaluli amil zakat yang
dibentuk pemerintah (imam), apalagi jika pemerintahan tersebut adil kepada
rakyatnya.
2. Menurut mazhab
Hambali yang paling baik menyalukan zakat dilakukan sendiri oleh muzakki, namun
jika tetap ingin melalui badan amil zakat tetap boleh dan sah
3. Menurut
Hanabillah, di sunnatkan para Muzakki menyerahkan zakatnya sendiri, dengan
demikian yakin betul ia, bahwa zakatnya sampai kepada mustahiknya, tetapi
sekirnya yang menyerahkannya kepada pememrintah, di perbolehkan juga ( jaiz).
4. Malikiyah ada
mempunyai ketentuan lain, yaitu apabila imam itu adil ( ingat, amil adalah
aparat dari pada imam sama dengan pemerintah), di serahkan kepada imam dan
sekirnaya tidak adil, dapat di serahkan sendiri kepada mustahiknya .
Mengomentari
pendapat-pendapat tersebut Yusuf Qordowi (1997: 994) berpendapat bahwa pendapat
Imam Malik dan Imam Hambali adalah pendapat yang lebih hati-hati.Ia menambahkan
bahwa boleh-boleh saja pemerintah memungut zakat ini dari masyarakat pada
pertengahan bulan Ramadhan jika hal itu dimaksudkan untuk antisipasi tidak
meratanya distribusi zakat fitrah kepada para mustahiq karena minimnya waktu
yang ada
B.Saran
Pemekalah menyadari
terdapat banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk kami mohon kritik
dan saran yang bersifat membangun agar kami bisa memperbaiki di masa akan
dating.
Daftar pustaka
Ali,
M. D.1988. Sitem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.
Qardhawy,
yusuf. 2000. Fiqh al-Zakat. Bairut : Muasasah al Risalah UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat
Tengku Muhammad hasby as shyiddieq
.2006.pedoman zakat.semarang :PT Pustaka Rezky putra
Agus
S & Alim Z ( setting ), 1998, Al Qur’an dan terjemahannya ( Ayat Pojok
Bergaris ),Semarang : Asy Syifa,
Fattah
Santoso dkk, 2004,Studi Islam 3,Surakarta : Lembaga Studi Islam,
Awan
Kostrad D, 2007, Konsep dan Implementasi Supervisi syariah dalam Manajemen Lembaga
Amil Zakat,Surakarta : Jei Press
Rofiq,
ahmad, 2004. Fiqih kontekstual. Dari normative ke pemaknaan social, semarang,
Pustaka pelajar .
Hafidhuddin,
Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani
http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/arc/3.http://www.dpukaltim.org/34/138/58/Amil
[1]Ali,
M. D.1988. Sitem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.
[2]Hafidhuddin,
Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani
[3]http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/arc/3 http://www.dpukaltim.org/34/138/58/Amil
[4]Qardhawy,
yusuf. 2000. Fiqh al-Zakat. Bairut : Muasasah al Risalah UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat
[5]Agus
S & Alim Z ( setting ), 1998, Al Qur’an dan terjemahannya ( Ayat Pojok
Bergaris ),Semarang : Asy Syifa,
[6]Awan
Kostrad D, 2007, Konsep dan Implementasi Supervisi syariah dalam Manajemen
Lembaga Amil Zakat,Surakarta : Jei Press
[7]Muhammad
M, 2007, Pengelolaan Zakat : Sebuah Eksperimental,Surakarta : Jei Press,hal. 18
[8]Rofiq,
ahmad, 2004. Fiqih kontekstual. Dari normative ke pemaknaan social, semarang,
Pustaka pelajar .
[9]Fattah
Santoso dkk, 2004,Studi Islam 3,Surakarta : Lembaga Studi Islam, hal. 124
[10]Tengkum
Muhammad hasby as shyiddieq .2006.pedoman zakat.semarang :PT Pustaka Rezky
putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar